baru baru ini lagi ramai pemberitaan tentang narasi framing negative tentang pondok pesantren, hal ini menimbulkan reaksi keras dikalangan netizen terutama nahdiyin, berikut ini adalah profil pesantren Lirboyo atau pondok lirboyo
Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri merupakan tempat menimba ilmu dan sekaligus saksi sejarah perlawanan Indonesia melawan bangsa asing. Pasalnya, ada santri yang pernah ikut aksi heroisme melucuti tentara Jepang dan memerangi Pasukan Sekutu.
Secara umum, Indonesia pernah mengalami berbagai masalah usai memproklamasikan kemerdekaan. Misalnya, negara ini sempat kedatangan tentara Belanda bersama Pasukan Sekutu dan Inggris di Surabaya yang mengakibatkan terjadinya peristiwa 10 November.
Sejumlah santri dari Pondok Pesantren Lirboyo menjadi pejuang yang hadir untuk menangani permasalahan tersebut. Di bawah komando Resolusi Jihad NU, para ulama berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Profil Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Dilansir dari tirto.id, Pondok Pesantren Lirboyo beralamat di Desa Lirboyo, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri. KH Abdul Karim, ulama yang berasal dari Magelang telah mendirikan Pondok Pesantren Lirboyo pada tahun 1910.

KH Abdul Karim mulanya memutuskan untuk menetap di Desa Lirboyo pada tahun tersebut. Hal itu dilakukannya tidak lama usai anak sulungnya yang bernama Hannah melahirkan putri pertama. Hannah merupakan anak dari pernikahan KH Abdul Karim dengan Nyai Khodijah (Dlomroh), putri Kyai Sholeh Banjarmelati. Hal yang membuat KH Abdul Karim pindah ke Desa Lirboyo adalah dorongan dari Kyai Sholeh. Kyai Sholeh ingin agar menantunya itu menebar syiar Islam di Lirboyo. Dulunya desa tersebut dikenal angker yang rawan kejahatan, dan diharap dengan kehadiran KH Abdul Karim akan terjadi perubahan. Kehadiran Ponpes Lirboyo telah mengubah wajah desa menjadi lebih baik. Ponpes ini mengalami perkembangan yang pesat sebagai lembaga pendidikan dan bertahan sampai sekarang. Pengasuh ponpes tersebut juga terus mengalami perubahan. Misalnya, KH Marzuqi Dahlan mulai mengasuh pada 1954-1975. Selanjutnya, diteruskan oleh KH Mahrus Aly (1975-1985), KH A Idris Marzuqi (1985-2014), dan KH M Anwar Mansyur (2014-sekarang). Pondok Pesantren Lirboyo memiliki total 17 unit. Di antaranya Pondok Pesantren HM Mahrusiyyah, Salafy Terpadu Ar-Risalah, Darussalam, Darussa'adah, Al-Baqoroh, HM Lirboyo, HM Antara, Haji Ya'qub, dan sebagainya.

Pondok Pesantren Lirboyo Kediri memfokuskan pendidikan keagamaan, ilmu sosial masyarakat, dan nilai-nilai salafiyah. Pihaknya berharap agar santri bisa melestarikan perjuangan ulama dan mengembangkan penyiaran Islam. Untuk menunjang kegiatan pendidikan agama di sana, kini terdapat asrama santri yang berjumlah 585 kamar. Kemudian, ada juga gedung sekolah dengan ruangan sebanyak 245. Pondok Pesantren Lirboyo juga memiliki fasilitas berupa laboratorium bahasa dan komputer, perpustakaan, auditorium, warung dan kantin, dapur umum, fasilitas MCK, dan mini market. Ada juga sarana kesehatan yang dibuka untuk publik di Rumah Sakit Umum Lirboyo. Kisah Heroik Santri Lirboyo Melawan Penjajah Mengutip dari laman NU Online, perjuangan para santri Pesantren Lirboyo Kediri melawan penjajah itu sudah terjadi sejak awal kemerdekaan. Saat itu, Mantan Sodanco Pembela Tanah Air (PETA) Mayor Mahfud memberitakan tentang kemerdekaan Indonesia kepada KH Mahrus Aly. Pasca informasi tersebut muncul, santri-santri langsung mengadakan pertemuan di Masjid Pondok Pesantren Lirboyo. Mereka yang hadir menyepakati aktivitas pelucutan terhadap tentara Jepang. Ada sebanyak 440 santri yang ikut serta dalam penyergapan malam hari. Mereka menjalankan tugas untuk melawan penjajah ini di bawah pimpinan Abdul Rakhim Pratalikrama, KH Mahrus Aly, dan Mayor Mahfud. Lokasi pelucutannya adalah Markas Kompitai Dai Nippon yang jaraknya sekitar 1,5 kilometer dari arah timur pesantren. Kini Indonesia memanfaatkan bangunan itu sebagai Markas Brigif 16 Kodam V Brawijaya. Selain itu, kisah santri Lirboyo melawan penjajah juga mencakup perjuangan lewat Resolusi Jihad. KH Hasyim Asy'ari dari ormas Islam NU sempat mengumandangkan resolusi pada akhir Oktober 1945.

Situasi di Surabaya saat itu sedang ramai dikunjungi Pasukan Sekutu, termasuk Belanda. Demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia, para ulama pun berniat melawan penjajah. Salah satu pihak yang ikut andil dalam perjuangan tersebut yaitu santri dari Pondok Pesantren Lirboyo. KH Mahrus Aly sebagai pemimpin mengajak santrinya berangkat ke Surabaya dengan modal truk dan senjata sederhana. Mereka menorehkan catatan apik dalam perang, misalnya berhasil mendapatkan sembilan senjata lawan. Bahkan, semua santri yang terlibat dalam perang bisa kembali tanpa korban. Adapun pertempuran di Surabaya ini memuncak pada 10 November 1945 silam. Masyarakat Indonesia sekarang mengenang peristiwa tersebut sebagai Hari Pahlawan Nasional.

2025 Oktober ini terjadi kesalahan fatal di salah satu televisi berskala nasional, framing tentang kyai pondok pesantren yang dikonotasikan negative oleh redaksi trans7, hal ini sunggu disayangkan sekelas tv nasional seharusnya editor bisa lebih selektive dalam meloloskan tayangan program. Semoga pihak pihak yang dalam hal ini sangat merugikan dan menurut netizen juga melecehkan serta merendahkan kyai terutama kyai pondok pesantren Lirboyo kediri bisa faham dan mendapatkan hidayah aamiin
Tidak ada komentar: